Selasa, 19 Februari 2013

Kisah Seorang Pelukis

Suatu hari seorang pelukis terkenal sedang menyelesaikan lukisan terbaiknya dan rencananya akan di pamerkan pada saat pernikahan putri Diana. ketika menyelesaikan lukisannya ia angat senang dan terus memandanginya lukisannya berukuran 2x8 m.
sambil memandangi ia berjalan mundur dan ketika berjalan mundur ia tidak melihat kebelakang. ia terus berjalan mundur da di belakangnya adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal 1 langkah lagi dia bisa mengakhiri hidupnya.

seseorang melihat pemandangan tersebut , tapi tidak jadi karena dia khawatir si pelukis tersebut akan jatuh ketika kaget mendengar teriakannya. kemudian orang yang melihat pelukis tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan tersebut dan mencoret-coret lukisan tersebut hingga rusak tentu saja pelukis tersebut sangat marah dan berjalan maju hendak memuku orang tersebut. tetapi beberapa orang yang ada di situ menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris terjatuh.

kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari indah yang kita idamkan.
tetapi kadang kala rencana itu tidak terlaksana karena Tuhan yang mempunyai maksud lain yang lebih baik.
Kadang-kadang kita marah dan jengkel terhadap Tuhan atu juga terhadap orang lain. Tapi perlu kita ketahui TUHAN menyediakan yang terbaik. Dia melihat apa yang tidak kita lihat

Minggu, 17 Februari 2013

Perbedaan

Dalam bahasa Inggris, kata "to like" berarti menyukai sedangkan kata "to love" berarti mengasihi. Sekarang apa perbedaan mendasar antara dua kata ini dalam hal memilih pasangan hidup? Menurut saya, menyukai mengacu pada kesenangan pribadi yakni menginginkan seseorang karena ia baik untuk kita dan menyenangkan hati kita. Sebaliknya, mengasihi merujuk kepada memberikan diri untuk seseorang.
Cara lain untuk membedakannya ialah, menyukai hanya meminta kita menjadi pengamat, sedangkan mengasihi mengharuskan kita menjadi pelaku. Misalnya, kita menyukai mainan, kendaraan, dan rumah, tetapi kita mengasihi adik, orangtua serta istri kita. Mainan dan kendaraan bertujuan untuk menyenangkan atau memudahkan kehidupan kita tanpa kita harus terlibat di dalamnya (menjadi bagian dari mainan atau mobil itu). Mengasihi keluarga menuntut kita untuk terlibat di dalamnya (menjadi bagian dari kehidupan mereka); dengan kata lain, kita mesti menjadi pelaku, bukan sekedar pengamat yang mencicipi kenikmatan objek tersebut.
Adakalanya kita dibingungkan dengan kata "suka" dengan "cinta". Tidak bisa disangkal, pada tahap awal pertemuan, rasa suka akan mendominasi hubungan kasih kita. Kita menyukai wajahnya, cara bicaranya, tertawa renyahnya, kelembutannya, kepemimpinannya, atau wibawanya. Namun seyogianya rasa suka ini bertumbuh menjadi rasa cinta yakni kerelaan untuk memberi yang terbaik dari diri kita demi yang terbaik untuknya. Jika metamorfosis ini tidak terjadi, maka kita pun akan terlibat dalam suatu relasi yang kerdil dan dangkal. Kita akan berhenti pada peran pengamat yang hanya menikmati tontonannya dengan penuh kekaguman. Yang lebih berbahaya lagi, kita akan menuntutnya untuk bersikap dan melakukan hal-hal yang dapat terus melestarikan kenikmatan dan kekaguman kita terhadapnya.
Berbeda dengan suka, kasih masih menyisakan benih-benih kekaguman tanpa membuat kita terpukau kaku dan pasif. Kasih melibatkan kita dalam hidupnya sebagai pelaku yang rela mengotorkan tangan, bukan sekedar sebagai penonton yang disenangkan oleh pertunjukkan yang indah.
Kasih bertanya, "Apa yang dapat kuberikan?", sedangkan suka bertanya, "Apa yang dapat kau berikan?". Saya kira istilah C.S. Lewis, "need-love", mencerminkan definisi menyukai yang telah saya jabarkan. Menurut Lewis, "need-love" merupakan kasih yang keluar dari kebutuhan dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan itu. Dengan kata lain, kita memilihnya menjadi istri atau suami karena ia akan dapat memberikan yang kita butuhkan. C.S. Lewis tetap menyebutnya, kasih, tetapi saya cenderung memanggilnya, suka.
Sekali lagi saya tegaskan bahwa suka pada dasarnya sesuatu yang alamiah dan bersifat netral. Rasa suka merupakan bagian awal dari rangkaian pertumbuhan relasi di mana pada puncaknya, kasihlah yang mencuat dengan indahnya. Problem muncul tatkala benih suka tetap tinggal sebagai biji suka dan tidak pernah bertumbuh menjadi pohon kasih. Pernikahan yang seperti ini akan ditandai dengan dua nada: frustasi dan kejam.
Kita merasa frustasi karena kita mengalami delusi sebab ternyata yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan. Kita terbangun dari mimpi dan melihat rupa pasangan kita yang sebenarnya -- ternyata dia bukan pangeran yang mengherankan kita. Dia tidak memberikan yang kita butuhkan bahkan kitalah yang harus mengisi kebutuhannya.
Kita juga bisa berubah kejam. Kita dapat terus menghujamnya dengan tuntutan demi tuntutan secara bertubi-tubi dan membabi buta. Kita tidak mau tahu akan realitas sebab kita merasa terpedaya dan terperangkap. Kita menganggap bahwa ia berhutang pemberian kepada kita. Kita menjadi kejam karena ternyata tontonan itu tidak menarik sama sekali. Rasa suka pun berubah menjadi benci.
Kembali kepada konsep "need-love" yang diutarakan C.S. Lewis, ternyata hubungan kasih memang sarat dengan kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk dikasihi, dihargai, dan keamanan. Ternyata pemilihan pasangan hidup juga tidak terlepas dari penentuan akan siapa yang kira-kira dapat memenuhi kebutuhan kita itu. Kita tidak memilih siapa saja; kita memilih dia yang berpotensi atau yang kita duga akan sanggup mencukupi kebutuhan kita. Selama kebutuhan itu tidak terlalu besar, biasanya hubungan nikah akan dapat berjalan langgeng. Namun jika kebutuhan itu terlalu menggunung, konflik pasti akan meletus.
Kesimpulannya adalah, sadarilah kebutuhan yang kita miliki itu dan akuilah harapan yang terkandung di dalam hati kita. Komunikasikanlah harapan itu kepada pasangan kita dan carilah jalan tengah agar kebutuhan itu dapat dipenuhinya tanpa harus terlalu melelahkannya. Semakin dini kita menyadari dan mengkomunikasikannya, semakin besar kemungkinan kita menyelamatkan pernikahan kita kelak.

LOVE IS

Cinta adalah sebuah kata yang paling romantis, cinta adalah suatu perasaan kepada orang lain, cinta itu buta, cinta itu gila. Banyak kata-kata yang mengartikan cinta.
Cinta adalah lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Lukisan. Bukan difenisi. Ia disentuh sebagai sebuah situasi manusiawi, dengan detil-detil nuansa yang begitu rumit. Tapi dengan pengaruh yang telalu dahsyat. Cinta merajut semua emosi manusia dalam berbagai pristiwa kehidupannya menjadi sublih: begitu agung tapi juga terlalu rumit.
Cinta ditakdirkan menjadi kata tanpa benda. Tidak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat. Siapa yang tidak pernah mendengar kisah Romeo dan Juliet, Romeo membunuh diri ketika mendengar Juliet telah tiada, dan begitu juga dengan Juliet yang meminum racun ketika Romeo bunuh diri. Itulah betapa dahsyatnya cinta. Tetapi jika kita tidak bisa menggontrol kedahsyatan cinta, kita akan sesat untuk jangka waktu yang lama.
Tapi ketika kita memasuki masa remaja yang begitu indah dan mengenal namanya cinta. Dunia terasa berbunga-bunga. Setelah mengenal namanya cinta selanjutnya yaitu pacaran. Pacaran seperti halnya cinta yang tidak terdefenisikan dengan kata-kata. Ada yang bilang kalau lagi pacaran dunia ini terasa milik kita berdua, mungkin yang lain kontrak. Seharusnya Remaja tidak pacaran terlebih dahulu yang lebih di masa lagi belajar. Karena pacaran lebihh banyak keburukan dari pada manfaatnya. Walaupun banyak orang yang berkata kalau pacaran untuk menjadi semangat biar belajar, tapi itu semua tidak benar, orang yang pacaran ketika Ia sedang belajar yang semulanya satu jam setengah hanya tersisa sebuluh menit yang sisanya hanya untuk memikirkan kata-kata sang pacar tadi pagi, ataupun sibuk membalas sms sang pacar.
Dan bagi remaja yang tidak pacaran bukan karena tidak laku atau tidak dapat izin dari orang tua tetapi hnya karena Allah, adalah remaja pilihan. Remaja yang yakin sepenuhnya kepada Allah atas jodohnya, dan ia tidak ingin membuang-buang uang dan waktunya untuk pacaran. Dari pada mencurahkan rasa cinta kita kepada lawan jenis yang belum jelas masa depannya, lebih baik mencurahkan rasa cinta kepada Ayah dan Ibunda tercinta. Terutama kepada Ibu yang telah mengandung kita selama sembilan bulan dalam keadaan susah payah, melahirkan kita dengan taruhan nyawanya sendiri, menyusui kita selama 2 tahun ,dan masih banyak kebaikan ibu kita. Tidak sepantasnya Remaja lebih mementingkan pacarnya dari pada kedua orang tuanya yang begitu hebat luar biasa.
Marilah kita alihkan energi cinta kita bukan untuk melihat pacar adalah orang yang terbaik untuk kita tapi untuk mempersiapkan diri saat diberikan oleh Allah Jodoh.
Pecinta sejati bukanlah Ia yang memamerkan cintanya tapi pecinta sejati adalah iya yang siap berkomitmen kepada seseorang yang dititipkan oleh Tuhan untuk kita.